
Jakarta - Masih ingat Han Willhoft-King? Kini, sosok yang masih berusia 19 tahun itu memutuskan untuk pensiun dari sepak bola profesional. Willhoft-King memilih fokus di dunia pendidikan.
Bagi anda yang mungkin lupa, Han Willhoft-King sempat masuk proyeksi untuk membela Timnas Indonesia U-17 yang akan berlaga di Piala Dunia U-17 2023.
Menurut penelusuran, Han Willhoft-King lahir di London dari seorang ayah yang besar di Jakarta dan ibu berdarah China-Amerika.
Hal itu yang membuat Han Willhoft-King memiliki kesempatan untuk membela Timnas Indonesia U-17. Namun, ia akhirnya batal bergabung karena tak punya paspor Indonesia.
Meski bisa diproses dengan cara naturalisasi, namun waktu yang terlalu mepet membuat langkah itu tidak diambil PSSI. Han Willhoft-King pun batal tampil bersama Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia U-17 2023.
Sejarah tercipta di Piala Dunia U-17 2025! Timnas Indonesia U-17 meraih kemenangan pertama mereka di ajang dunia usai menundukkan Honduras 2-1.
Dekat dengan Dunia Pendidikan

Han Willhoft-King kini berada di Inggris. Pemuda berusia 19 tahun itu berkuliah di Oxford University dan mengambil jurusan Ilmu Hukum.
Ada beberapa alasan yang mempengaruhi keputusan Han Willhoft-King untuk fokus di dunia pendidikan. Sang ayah diketahui seorang dosen filsafat.
Sementara itu ada cedera parah yang jelas mempengaruhi kinerja fisik Han Willhoft-King. Sosok yang biasa bermain sebagai gelandang bertahan itu tetap bermain sepak bola meski tidak lagi di level profesional.
Tak hanya itu nilai mata pelajaran Han Willhoft-King pun mengagumkan. Di beberapa mata pelajaran seperti Matematika, Sejarah dan Ekonomi, ia mendapatkan nilai A.
Senang dengan Dunia Pendidikan
Belum lama ini, Han Willhoft-King sempat melakukan sesi wawancara dengan media kenamaan Inggris, The Guardian. Ia mencoba menjelaskan alasan sebenarnya meninggalkan dunia sepak bola profesional.
"Saya selalu merasa kurang terstimulasi di sepak bola. Jangan salah paham. Saya masih menyukainya. Tapi saya selalu merasa bisa berbuat lebih banyak. Saya membuang-buang waktu berjam-jam sehari. Saya butuh sesuatu yang berbeda dan Oxford membuat saya bersemangat; orang-orangnya juga," ujar Willhoft-King.
"Saya rasa itulah alasannya. Cedera memang faktor besar, tapi itu jawaban gampang. Saya merasa butuh sesuatu yang lebih... terutama secara intelektual, yang terdengar agak sok. Tapi, ya, begitulah," jelasnya.
